MEMBANGUN KEPUASAN, NILAI PELANGGAN
DAN UPAYA MEMPERTAHANKAN PELANGGAN
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
pada Mata Kuliah Manajemen Pemasaran
yang diampu oleh Ariful Husni, SE., MM
pada Mata Kuliah Manajemen Pemasaran
yang diampu oleh Ariful Husni, SE., MM
Disusun
oleh :
Shofa Rizqy Martita (212180)
Umul Hasanah (212181)
Ahmad Zaidun (212182)
Kelas
: D
Jurusan/Prodi
: Syari’ah/Ekonomi Islam
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI'AH EKONOMI ISLAM
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perusahaan-perusahaan masa kini
sedang menghadapi persaingan terberat yang pernah mereka hadapi. Perusahaan
harus tahu bagaimana caranya menarik pelanggan dan mengungguli pesaing mereka.
Karena terlalu banyak yang berpikir bahwa mendapatkan pelanggan adalah tugas
bagi pemasaran atau penjualan. Akan tetapi kenyataannya adalah bahwa pemasaran hanyalah
salah satu faktor untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Oleh karena itu,
dalam makalah ini penulis mencoba mengupas permasalahan tentang hal ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud nilai dan kepuasan pelanggan?
2.
Bagaimana
strategi perusahaan dalam mempertahankan pelanggan?
3.
Apakah yang
menyebabkan perusahaan memiliki kinerja tinggi?
4.
Bagaimana
perusahaan dapat menjalankan Total Quality Management?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai Dan Kepuasan Pelanggan
1.
Nilai Pelanggan
Para pembeli akan membeli dari perusahaan yang mereka
yakini menawarkan nilai bagi pelanggan (customer delivered value) yang
tertinggi.[1]
Dalam hal ini pelanggan pasti menginginkan nilai yang maksimum, walaupun
dibatasi oleh biaya pencarian serta keterbatasan pengetahuan, mobilitas dan
penghasilan.
Menurut Philip
Khotler dalam Manajemen Pemasaran I (2000: 41), bahwa nilai pelanggan (customer
delivered value) adalah selisih antara nilai pelanggan total dan biaya
pelanggan total. Nilai pelanggan total (total customer value) adalah
sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa
tertentu. Biaya pelanggan total (total customer cost) adalah sekumpulan
biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi,
mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk atau jasa.[2]
Rumus: [3]
Nilai Pelanggan = Total benefit pelanggan
Total biaya
pelanggan
2.
Kepuasan pelanggan
Menurut Philip Kotler dalam Manajemen Pemasaran I (2000:
42), bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa dari seorang
pelanggan setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja
(atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.[4]
Seperti
dijelaskan dalam definisi di atas, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau
kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan
tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja
melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Banyak
perusahaan memfokuskan pada kepuasan tinggi karena para pelanggan yang kepuasannya
hanya pas mudah untuk berubah pikiran bila mendapat tawaran yang lebih baik.
Mereka yang amat puas lebih sukar untuk mengubah pilihannya. Kepuasan tinggi
atau kesenangan yang tinggi menciptakan kelekatan emosional terhadap merek
tertentu, bukan hanya kesukaan/preferensi rasional. Hasilnya adalah kesetiaan
pelanggan yang tinggi.[5]
Schermerhorn
(1993) berpendapat bahwa pada dasarnya tujuan dari suatu organisasi bisnis
adalah memroduksi barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan pelanggan. Dengan
kata lain perusahaan berusaha untuk menciptakan para pelanggan yang merasa
puas. Untuk dapat menciptakan para pelanggan yang merasa puas, manajemen
perusahaan harus mengetahui hal-hal yang menyebabkan terciptanya kepuasan
pelanggan. Menurut Tjiptono (1997) terciptanya kepuasan pelanggan dapat
memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan
pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik pembeli ulang dan
terciptanya loyalitas pelanggan, dan memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut
(word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.[6]
Unsur penentu
lainnya adalah harapan pelanggan terhadap produk. Menurut Kotler dan Amstrong
(1998), harapan pelanggan didasarkan pada pengalaman membeli di masa lalu,
pendapat teman atau rekan serta informasi ata janji dari perusahaan dan
pesaingnya. Penentuan yang terlalu tinggi menyebabkan pelanggan menjadi tidak
puas, namun jika terlalu rendah akan memuaskan pembeli namun gagal menarik
pembeli dalam jmlah besar.[7]
B. Strategi Mempertahankan
Pelanggan
Selain perusahaan wajib menjaga hubungan dengan para
pemasok dan stakeholdernya, tapi harus juga membangun ikatan, kesetiaan dan
jaringan dengan para pelanggannya.
Untuk memperoleh pelanggan yang setia tidaklah mudah.
Peusahaan dituntut memiliki keterampilan yang cukup dalam mengumpulkan
petunjuk, mengkualifikasikan petunjuk dan pengkonversian pelanggan. Dalam hal
mengumpulkan petunjuk, perusahaan bisa mengembangkan komunikasinya lewat sarana
iklan di media cetak maupun elektronik dalam menjaring calon pelanggan baru.
Tugas berikutnya perusahaan harus mampu mengkualifikasi
orang-orang yang dicurigai nantinya bisa menjadi pelanggan untuk diwawancarai,
melihat potensi dan daya beli mereka, dll. Pemasar bisa menandai dan
mengelompokkan para calon pelanggan dengan warna hitam, biru dan merah. Warna
hitam untuk menandai para pelanggan yang diyakini bisa menjadi pelanggan. Warna
biru untuk menandai pelanggan yang masih ragu-ragu dan warna merah untuk
menandai pelanggan yang sulit untuk dijadikan pelanggan. Setelah ditandai, maka
perusahaan bisa melakukan konversi pelanggan yang meliputi presentasi dan menjawab
keberatan-keberatan pelanggan.
Terampil saja dalam menarik pelanggan baru ternyata tidak
cukup, perusahaan harus mampu mempertahankan mereka. Maka perusahaan harus
lebih memperhatikan tingkat alih-setia pelanggan, yaitu tingkat
kehilangan pelanggan mereka, dan mengambil langkah-langkah untuk menguranginya.
Terdapat empat langkah dalam proses tersebut yakni
sebagai berikut :
1.
Perusahaan harus mendefinisikan dan mengukur tingkat retensi yaitu tingkat
keloyalan pelanggan pada produk perusahaan.
2.
Perusahaan harus mampu membedakan sebab-sebab berkurangnya pelanggan dan
mengidentifikasikan sebab-sebab yang dapat dikelola dengan lebih baik.
3.
Perusahaan harus mampu memperkirakan beberapa laba yang hilang saat
kehilangan pelanggan.
4.
Perusahaan harus memperhitungkan berapa besar biaya untuk mengurangi
tingkat peralihan pelanggannya.[8]
C. Sifat Perusahaan yang
Berkinerja Tinggi
1. Para Pemercaya (Stakeholders)
Suatu perusahaan harus berusaha untuk memenuhi harapan
minimum dari setiap para kelompok pemercaya (pelanggan, karyawan, pemasok, dan
distributor). Pada saat yang bersamaan, perusahaan dapat berusaha untuk
memberikan tingkat kepuasan di atas tingkat minimum untuk pemercaya yang
berlainan. Perusahaan yang cerdas akan menciptakan
tingkat kepuasan karyawan yang tinggi, sehingga mendorong karyawan untuk
bekerja keras. Maka menghasilkan kualitas produk dan pelayanan yang tinggi dan
kepuasan pelanggan yang tinggi.
2. Proses
Perusahaan
dapat mencapai sasaran kepuasannya hanya dengan mengelola dan menghubungkan berbagai proses kerja.
Perusahaan yang berkinerja tinggi semakin mengubah perhatian
mereka ke kebutuhan untuk mengelola proses usaha inti. Mereka merekayasa ulang
arus kerja dan membentuk tim lintas fungsional yang bertanggung jawab
untuk masing-masing proses.
3. Sumber Daya
Dalam
melaksanakan proses, perusahaan memerlukan sumber daya (tenaga kerja, bahan
baku, mesin, informasi, energi, dll). Sumber daya dapat dimiliki atau diperoleh melalui
proses leased (sewa guna usaha), atau sewa biasa. Sumber daya yang dipelihara merupakan kunci
inti dalam mencapai kemampuan setiap usaha. Kemampuan inti memiliki tiga
karakteristik:
a. Merupakan sumber keunggulan
kompetitif
b. Memiliki potensi
aplikasi yang luas
c. Sukar untuk ditiru para
pesaing
Keunggulan
kompetitif juga bertambah bagi perusahaan-perusahaan
yang memiliki kapabilitas yang menonjol. Professor George Day melihat
organisasi yang didorong pasar
itu unggul dalam tiga kecakapan yang menonjol, yaitu:
a. Kepekaan terhadap pasar
b. Kertautan dengan
pelanggan
c. Keterikatan dengan
saluran pemasaran
4. Organisasi dan Budaya Organisasi
Organisasi suatu perusahaan terdiri dari struktur, kebijakan,
dan budaya perusahaan, yang kesemuanya dapat tidak berfungsi di dalam
lingkungan usaha yang cepat berubah. Sementara
struktur dan kebijakan dapat diubah (dengan tidak mudah), budaya perusahaan
sangatlah sulit untuk berubah. Pengubahan
budaya perusahaan kadang kala merupakan kunci untuk menerapkan strategi baru
dengan baik.[9]
D. Strategi Perusahaan Menjalankan
Total Quality Manajemen
(TQM)
Manajemen
mutu total (TQM) adalah pendekatan organisasi secara menyeluruh untuk secara
berkesinambungan meningkatkan mutu semua proses, produk, dan pelayanan
organisasi.[10]
Dua
orang pakar yang merupakan “suhu” TQM adalah W. Edward Deming dan
Joseph M. Juran. Peran Deming terutama mengajarkan betapa pentingnya pihak
menejemen suatu perusahaan harus bertanggung jawab penuh dalam penerapan sistem kualitas produk
secara total dalam menghasilkan produk yang baik dan tidak cacat. Artinya, Deminglah orang pertama yang
mengintroduksi TQM dengan mencegah terjadinya produk cacat (defect product).[11]
Empat
Belas Butir Program Mutu dari Deming:[12]
1.
Ciptakan
produksi yang langgeng (constancy) untuk memperbaiki produk (barang atau
jasa)
2.
Angkat
(adopsi) filosofi baru tentang kualitas
3.
Cegah
kerusakan produk (defect product)
4.
Belilah
bahan atau peralatan yang bermutu baik dengan
harga yang baik pula
5.
Amati
dan selidiki setiap masalah, lalu
segera pecahkan dengan dasar memperbaiki sistem
produksi secara langgeng
6.
Lakukan
dan perbaiki pelatihan secara melembaga sehingga diperoleh tenaga kerja yang
mampu bekerja secara tepat dan benar
7.
Sempurnakan
kepemimpinan secara melembaga
8.
Singkirkan
rasa takut di kalangan
karyawan
9.
Trobos
penghalang antar unit kerja
10.
Hilangkan
slogan atau poster yang sifatnya mencapai tujuan dalam target angka, tetapi
tanpa membuat suatu metode kerja yang lebih baik
11.
Hilangkan
standar kerja berdasarkan kuota angka sama dengan jatah
12.
Alihkan
penghalang yang terdapat
di antara
para karyawan dengan kebanggaan kerja yang mereka miliki
13.
Institusikan
program pendidikan dan pelatihan kembali secara mantap
14.
Pimpinan
harus proaktif membuat program-program baru secara institusional
1. Tanggung jawab utama manajemen puncak
(Top Manajemen)
2. Mutu harus difokuskan pada konsumen dan
evaluasinya harus berbasis kepentingan konsumen
3. Desain
proses produksi dan metode kerja harus jelas untuk mencapai kesesuaian mutu
produk
4. Setiap karyawan bertanggung jawab atas
tercapainya mutu produk yang baik
5. Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi
barang jadi, tetapi harus sejak awal (sejak membuat komponen)
6. Temukan masalah secara cepat lalu
pecahkan secara cepat pula
7. Organisasi harus berusaha keras
melaksanakan perbaikan mutu produk secara terus-menerus
8. Perusahaan harus bekerja sama dengan
pemasok bahan untuk melaksanakan TQM
Faktor Kegagalan Menerapkan TQM:[14]
1. Kesenjangan komitmen manajemen puncak
2. Salah memfokuskan perhatian
3. Tidak tersedianya karyawan yang memadai
dan mendukung
4. Hanya mengandalkan pelatihan semata-mata
5. Harapan memperoleh sesaat, bukan hasil
jangka panjang
6. Memaksa mengadopsi suatu metode padahal
tidak cocok
BAB III
PENUTUP
Nilai pelanggan (customer delivered value) adalah
selisih antara nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total. Yang dapat
dihitung dengan rumus:
Nilai Pelanggan = Total benefit pelanggan
Total biaya
pelanggan
Sedangkan kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau
kecewa dari seorang pelanggan setelah membandingkan antara persepsi atau
kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Terdapat
empat langkah strategi dalam mempertahankan pelanggan yakni sebagai berikut: perusahaan
harus mendefinisikan dan mengukur tingkat retensi yaitu tingkat keloyalan
pelanggan pada produk perusahaan, perusahaan harus mampu membedakan sebab-sebab
berkurangnya pelanggan dan mengidentifikasikan sebab-sebab yang dapat dikelola
dengan lebih baik, perusahaan harus mampu memperkirakan beberapa laba yang hilang
saat kehilangan pelanggan dan perusahaan harus memperhitungkan berapa besar
biaya untuk mengurangi tingkat peralihan pelanggannya.
Perusahaan dikatakan berhasil jika memiliki kinerja
tinggi apabila para pemercaya (stakeholders), proses, sumber daya, organisasi
dan budaya organisasi dapat diatur dengan baik dan saling berkesinambungan.
Perusahaan juga harus menjalankan manajemen mutu total dengan baik. Adapun manajemen
mutu total (TQM) adalah pendekatan organisasi secara menyeluruh untuk secara
berkesinambungan meningkatkan mutu semua proses, produk, dan pelayanan
organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Usmara. 2003. Strategi Baru Manajemen Pemasaran.
Jogjakarta: Amara Book.
Drs. Suyadi Prawirosentono, MBA. 2004. Filosofi Baru
tentang Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Abad 21 Studi Kasus
dan Analisis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ekawati Rahayu Ningsih, SH., MM. 2008. Manajemen
Pemasaran. Kudus: STAIN Kudus.
Philip Kotler. 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium.
Jakarta: PT Intan Sejati Klaten.
[1] Philip Kotler. 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi
Milenium. Jakarta: PT Intan Sejati Klaten. hal. 40.
[2] Ekawati Rahayu Ningsih, SH., MM. 2008. Manajemen
Pemasaran. Kudus: STAIN Kudus. hal. 24-25.
[3] A. Usmara. 2003. Strategi Baru Manajemen
Pemasaran. Jogjakarta: Amara Book. hal. 116.
[5] Philip Kotler. 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta:
PT Intan Sejati Klaten. hal. 42-43.
[9]Philip Kotler. 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi
Milenium. Jakarta: PT Intan Sejati Klaten. hal. 47-50.
[11] Drs. Suyadi Prawirosentono,
MBA. 2004. Filosofi Baru tentang Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Abad 21 Studi Kasus dan Analisis. Jakarta: PT. Bumi Aksara. hal. 88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar